Header Ads

GURU, SANG EMPU PENGAWAL CITA-CITA ANAK DI TENGAH ARUS PERUBAHAN YANG TAK MENENTU

(Catatan 22 Tahun Menjadi Guru)
Oleh: Shobirin  Slamet Ismail ketua IGI Banyumas
#menemubaling

Tidak ada gading yang tak retak,  demikian pepatah mengatakan.  Tidak ada di dunia ini yang sempurna, termasuk di antaranya adalah pendidikan. Pendidikan sendiri bisa diartikan sebagai sebuah   proses panjang menumbuh kembangkan anak. Pendidikan itu seperti menanam.  Boleh jadi menebar benihnya sekarang,  tetapi baru bertahun, bahkan berpuluh atau beratus tahun kemudian panen baru bisa dilakukan.  Oleh karena begitu panjangnya sebuah proses, maka pendidikan selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Maka kurang dan lebih yang terjadi di dalam sebuah proses pendidikan sudah barang tentu menjadi suatu keniscayaan.

Salah satu indikator bahwa pendidikan selalu mengalami perkembangan dan perubahan adalah terjadinya pergantian kurikulum yang menjadi panduan gerak langkah proses pendidikan.  Sejak kelahiran saya 45 tahun yang lalu, berkali-kali telah terjadi pergantian label kurikulum di negara tercinta  iki.  Maksud pergantian  tersebut tentu saja agar arah gerak pendidikan sesuai dengan roda perkembangan jaman. Produk yang yang berupa lulusan dihasilkan pun juga diharapkan kualitasnya meningkat signifikan. Namun kalau boleh jujur, menurut penilaian saya pribadi,  rasanya kurikulum yang lama lebih enjoy dan berhasil guna daripada yang berlaku kemudian. Bahkan kecenderungan pikiran saya mengarah pada suatu ketetapan bahwa kurikulum jaman dulu lebih jelas dan operasional daripada yang sekarang.

Demikian juga ketika saya menjadi guru sejak 22 tahun yang lalu, dari berbagai praktek implementasi kurikulum, baik ketika saya menjadi guru maupun kepala sekolah,  saya merasakan gejolak hati bahwa kurikulum yang kini berjalan adalah sesuatu yang arahnya belum begitu jelas dan pasti. Ini adalah kondisi riil yang saya alami selama ini.  Saya sering menganggap ada keanehan, terutama di dalam pembelajaran dan penilaian. Guru dibuat bimbang dengan terus menerus berubahnya peraturan dan petunjuk teknis tentang pembelajaran  dan penilaian.  Bahkan dalam satu tahun perubahan itu bisa tetjadi beberapa kali.  Belum lagi adanya kurikulum ganda yang diberlakukan. Tanggapan pro dan kontra  yang muncul dari semua kalangan juga membuat semakin hiruk pikuknya penerapan kurikulum terbaru. Pendidikan seolah jalan di tempat dan guru juga semakin bimbang  karena begitu banyaknya konsep yang harus diterjemahkan dan diterapkan.

Dalam berbagai diklat kurikulum, banyak teori yang terasa muluk-muluk dilontarkan oleh para narasumber. Banyak kasus di mana seorang  narasumber yang hanya dilatih beberapa hari kemudian harus langsung terjun  ke lapangan. Alhasil mereka tinggal tayangkan presentasi dan membacakannya untuk para guru peserta. Peserta tinggal datang,  duduk,  dengar, lalu pulang dengan rasa gamang.  Terkadang muncul keraguan,  apakah narasumber itu sekedar penyampai informasi konsep atau praktisi yang sudah sukses menerapkan teori. Tetapi apapun bentuknya itulah yang kami terima dan dalam waktu tidak terlalu lama,  semua peserta dituntut harus mengimplementasikannya. Ajaib bukan?

Sebagai abdi negara,  tentu tidak terlalu banyak yang bisa kami lakukan. Kami ini tak lebih hanyalah para prajurit di lapangan.  Mau membantah jelas tidak mungkin, sebab kami harus menjalankan perintah dari atasan.  Jika kami seenaknya sendiri, apalagi berani membantah,  bisa jadi kami terkena pelanggaran disiplin dari pemerintah. Apalah daya, kami hanya sebagai pelaksana. Ibarat tombak, kami adalah ujungnya. Lancip atau tumpul, ujung itu harus selalu  siap menerjang sasaran. Di republik ini, tombak yang panjang itu pangkalnya dipegang dan dikendalikan oleh para pengambil kebijakan.

Jika sesekali kita mau menengok   sekolah-sekolah yang berbandrol "tidak favorit" maka kita akan segera memperoleh informasi "real time" bagaimana implementasi dari teori yang sudah "dijejalkan" para narasumber  kurikulum  itu sesungguhnya. Contohnya kita bisa melihat apakah implementasi pembelajaran scientific sudah berjalan seperti yang diharapkan, semuanya masih mengambang, atau sebaliknya, malah tidak berjalan sama sekali.  Bagi sebagian guru, konsep pembelajaran tersebut membutuhkan urutan yang terasa rumit dan kompleks.  Jadi, tidak mudah bagi mereka untuk menterjemahkannya dalam sebuah implementasi riil. Belum lagi di sekolah-sekolah tersebut para siswanya tidak banyak yang berkemampuan rata-rata atau di atas rata-rata sebagaimana siswa sekolah favorit. Tentu ini memimbulkan masalah tersendiri.  Bukan sebuah sikap apriori, namun sebaliknya ini fakta yang harus diungkap dan disikapi untuk mencari sebuah solusi.

Terlebih pada pendidikan tingkat menengah. Ketidak pastian kurikulum pada level ini bisa berpengaruh besar bagi keberhasilan target pencaoaian belajar (baca: cita-cita)  seorang siswa.  Seorang tokoh pendidikan, Driyarkara mengungkapkan bahwa pendidikan menengah adalah masa kritis. Masa itu sangat menentukan keberhasilan seseorang. Cita-cita anak sejak kecil hingga usia SLTP adalah sebuah harapan semu, setelah di SLTA cita-cita itu adalah sebuah target yang kian realistis. Proses pengejawantahan idealisme seorang siswa berada di tingkat pendidikan menengah. Akan berhasil atau hancurnya cita-cita seseorang hampir bisa diramalkan pada masa tersebut. Dengan berbagai latar belakang kejadian sebagian besar dialami pada masa pendidikan menengah. Sebaliknya, keberhasilan mereka juga diawali di masa ini. Oleh sebab itu, kiranya tidak berlebihan bahwa para guru yang mengajar juga harus siap melayani proses pengejawantahan cita-cita anak SLTA apapun kurikulumnya. Jangan justeru sebaliknya, seorang guru sebagai penghalang utama keberhasilan  cita-cita siswanya.  Maka kerja keras di perlukan di sini.  Bukan hanya oleh guru tetapi juga semua stake holder yang berurusan dengan kemajuan atau ketertinggalan generasi negeri ini.

Contoh kasus,  beberapa waktu lalu ada seorang siswa kelas XII bunuh diri. Dia mengakhiri hidupnya karena merasa diancam dan ditakut-takuti gurunya. Mungkin guru itu bisa saja bermaksud baik. Namun karena terbatasnya kompetensi yang dimilki dalam mengelola dan membimbing siswa akhirnya yang terjadi justeru kontra produktif. Sebuah kematian yang tidak mungkin bisa disembuhkan. Ada juga kasus-kasus lain, seperti siswa yang tewas overdosis, tawuran antar pelajar, pembunuhan teman sekelas,  hamil di luar nikah, pencurian, atau tindak kriminal lainnya. Jika sudah demikian,  terasa sekali begitu kompleksnya permasalahan siswa yang terjadi di dunia SLTA.  Mereka ini harus terpangkas target riilnya di masa depan yang mungkin pernah di angan-semukan sebagai cita-cita ketika mereka masih sangat muda. Berbeda galnya jika kebetulan siswa beruntung mendapatkan guru yang kompeten,  sekolah yang berkualitas,  lingkungan belajar yang kondusif,  orang tua yang penuh perhatian, dan momen yang tepat. Kita bisa mendapati di luar sana, ada siswa yang menjadi duta pertukaran pelajar,  atlet berprestai,  juara olimpiade  nasional, bahkan internasional, dan kejuaraan lainnya. Benar-benar dua sisi yang berbeda di dalam kehidupan para siswa pendidikan menengah.

Maka tidak berlebihan jika dalam catatan ini saya menyimpulkan bahwa masa pendidikan menengah adalah masa terpenting dalam kehidupan anak. Apapaun kurijukumnya,  mutu guru adalah penentu keberhasilan sebuah pendidikan. Yang dilerlukan siswa sesungguhnya adalah guru yang hebat,  bukan kurikulum yang hebat.  Guru yang hebat adalah guru yang mampu mengolah, membimbing, mengarahkan, membantu, melatih, mendidik, dan menjadikan siswa mampu mewujudkan cita-citanya. Kelembutan hati guru mampu mengantarkan anak berhasil. Keikhlasan hatinya mampu menjadikan anak taat kepada Sang Khalik dan kedua orang tuanya.

Guru kompeten dan literat di dalam menguasai ilmu mata pelajarannya adalah penting, namun yang lebih penting adalah guru yang cakap untuk memerankan diri sebagai seorang  empu. Seseorang yang memiliki kemampuan menggunakan semua inderanya untuk membentuk siswanya untuk meraih cita-citanya.  Sehingga ibarat keris,  hasil karya empu itu adalah keris pilih tanding dengan segala karakteristik dan keampuhannya. Keris itu akan sangat diminati banyak orang penting dan dicari di seluruh  dunia.

Demikian sekelumit catatan guru. Terimakasih.


Patikraja,  3 Mei 2017
Sobirin SI
Ketua IGI Banyumas

Penyunting: Mampuono
Disunting di Sampangan, subuh 5502017

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.